Jumat, 16 September 2011

MEKANISME PEMECAHAN MASALAH SISWA DI SEKOLAH


MEKANISME PEMECAHAN MASALAH SISWA DI SEKOLAH*
Oleh : Muswardi Rosra


            Sejak tahun 1975, bimbingan dan konseling (BK) telah diakui sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan program pendidikan di sekolah. Tahun 1990 tebit Peraturan Pemerintah nomor 28 dan 29, yang secara tegas dinyatakan bahwa bimbingan merupakan suatu layanan pendidikan yang harus diperoleh semua peserta didik dalam rangka membantu mereka mengarahkan perencanaan masa depan sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan masing-masing. Pelayanan BK kepada siswa mencakup 4 bidang : yaitu 1) pribadi, 2) sosial, 3) belajar, dan 4) karir. Keempat bidang tersebut akan dilayani melalui lima kativitas layanan :
1.      Identifikasi masalah (pendataan), yaitu penetapan jenis dan masalah serta latar belakang sebagai landasan untuk pelayanan selanjutnya.
2.      Diagnosis, yaitu dalam kerangka menelusuri faktor penyebab munculnya masalah yang dialami siswa.
3.      Prognosis, yaitu menganalisis kemungkinan terentaskan masalah yang dialami siswa dengan berbagai alternative penyelesaian masalah.
4.      Treatment, yaitu menentukan metode atau teknik yang digunakan dalam mengentaskan masalah yang dialami siswa.
5.      Evaluasi dan tindak lanjut, sebagai upaya untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan pelayanan yang diberikan dan sekali gus juga sebagai kelanjutan penelitian terhadap layanan BK selanjutnya.

Bimbingan merupakan  suatu proses yang sangat kompleks dan boleh dikatakan rumit, karena berkaitan dengan perilaku manusia, yang berdimensi jamak dan sukar sekali diramalkan. Oleh sebab itu, konselor yang peduli dengan siswa tentu akan selalu meningkatkan kreativitas setiap saat. Atas dasar asumsi itulah makalah ini disajikan kepada peserta seminar, semoga pokok kajian yang disampaikan dapat menambah khasanah pengetahuan dan kererampilan kita para konselor sekolah dalam rangka menuju konselor yang professional.

Pada bagian awal penjelasan akan diuraikan konsep tentang BK Perkembangan, (selama ini kita lebih menganut dan mendahulukan konsep penyembuhan dan pemecahan masalah), Struktur layanan BK Perkembangan dan Mekanisme pemecahan masalah.

Konsep BK Perkembangan

 Uman Suherman (2009) menuliskan beberapa prinsip BK Komprehensif  (Perkembangan) yang disimpulkan “bahwa BK dibutuhkan oleh semua peserta didik (for all) dan fokus kepada kegiatan belajar peserta didik dan proses mendorong perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, BK perkembangan sangat peduli dengan kebutuhan, penerimaan, pemahaman, dan peningkatan diri peserta didik. Konselor yang terlatih dan guru merupakan fungsionaris kerja sama, berorientasi kepada tim (team). Kurikulum yang terorganisir dan terencana merupakan bagian vital dari BK Perkembangan”. Dengan demikian BK Perkembangan merupakan serangkaian bimbingan yang bertanggung jawab dalam memfasilitasi perkembangan peserta didik pada semua sapek kehidupannya, sehingga dapat berperan efektif selama siklus kehidupannya.
Penyusunan program BK memperhatikan tiga hal yang mendasar (Uman Suherman, 2009), yaitu :
(1)   Ruang lingkup bersifat menyeluruh, artinya bukan hanya layanan bagi seluruh siswa tetapi juga semua aspek kehidupan siswa. Titik fokus dan tujuan program BK adalah kesuksesan bagi setiap siswa. Siswa didorong dan dipersiapkan untuk berprestasi di sekolah dan kehidupannya dan juga mampu berkontribusi bagi kehidupan masyarakat sekitarnya.
(2)   Dirancang lebih berorientasi kepada pencegahan, maksudnya lebih bersifat proaktif dengan memfasilitasi semua siswa untuk memperoleh keberhasilan akademik, karir, pribadi dan sosial. Pelaksanaan program lebih mengarah kepada akatiftas pada pencegahan resiko yang mungkin dihadapi siswa, dan
(3)   Bertujuan kepada pengembangan potensi siswa, artinya pelayanan untuk menemukan karakteristik dan kebutuhan siswa pada berbagai jenis dan tahapan perkembangan. Program yang dirancang dalam rangka membangun tujuan-tujuan, memprediksi hasil, dan membuat ekbijakan yang tepat baik bagi siswa, konselor, guru, wali kelas, pengawas BK, orang tua atau masyrakat.

Struktur Layanan BK Perkembangan

            Struktur layanan BK Perkembangan meliputi empat komponen (Syamsu L.N., 2007), yaitu :
1.      Layanan dasar, merupakan proses pemberian bantuan kepada peserta didik secara sistematis melalui kegiatan-kegiatan klasikal dan kelompok. Layanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci (Uman Suherman, 2009) menyatakan : a) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya, b) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab terhadap perilaku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungan, c) mampu  menangani atau memenuhi kbutuhan dan masalahnya, dan d) mampu mengembangkan dirinya dalam mencapai tujuan hidupnya.
2.      Layanan responsif, merupakan pemberian bantuan kepada individu atau peserta didik yang memiliki masalah dan kebutuhan khusus yang memerlukan pertolongan konselor dengan segera. Layanan responsif bertujuan membantu peserta didik agar dapat memenuhi kebutuhannya, dan memecahkan masalah yang dihadapinya, baik berupa hambatan atau kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi bimbingan dan konseling tergantung kepada masalah atau kebutuhan peserta didik. Kebutuhan peserta didik berkaitan dengan keinginan mereka untuk memahami tentang sesuatu hal, karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya yang positif. Kebutuhan itu seperti keinginan mereka untuk memperoleh informasi tentang; (a) pemahaman dan penerimaan diri dan lingkungan; (b) bahayanya pergaulan bebas, obat-obatan terlarang, minuman keras, narkotika, ecstasy, dan putau; (c) cara mengatasi kesulitan belajar, dan (d) cara memilih program studi yang cocok dengan kemampuan dan minat serta karirnya di masa depan. Masalah-masalah (gejalah masalah) yang mngkin dialami peserta didik, diantaranya : (a) merasa cemas terhadap postur tubuhnya, (b) merasa cemas dalam menghadapi masa depan, (c) merasa rendah diri, (d) berperilaku impulsive (kekanak-kanakan), (e) kurang mampu memilih dan membuat keputusan, (f) membolos dari sekolah, (g) malas belajar, (h) memiliki kebiasaan belajar yang negative, (i) kurang bias bergaul.
3.      Layanan perencanaan individual, diartikan sebagai proses bantuan kepada peserta didik agar mampu merumuskan dam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depannya, berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Layanan perencanaan individual bertujuan membantu peserta didik agar (1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya; (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyakut aspek pribadi, social, belajar, maupun karit; dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya. Materi pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan materi yang diberikan pada layanan dasar bimbingan dapat membantu peserta didik untuk memahami dirinya dan lingkungannya. Karena materi bimbingan secara umum telah diberikan pada layanan dasar bimbingan, maka pada layanan perencanaan individual kegiatan para peserta didik difokuskan kepada upaya menganalisis kelebihan dan kekurangan dirinya. Kegiatan ini erupakan dasar untuk merumuskan aktivitasnya dalam rangka mengembangkan atau memperbaiki sikap, minat/cita-cita, pemahaman, atau perilakunya. Karena itu layanan perencanaan individual lebih berfungsi pengembangan dan preventif.
4.      Dukungan sistem, ketiga komponen struktur layanan yang telah dikemukakan merupakan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik secara langsung. Sedangkan dukungan system merupakan komponen layanan yang tidak langsung, yang kegiatannya meliputi (1) pemberian layanan dan (2) kegiatan manajemen.

Mekanisme  Pemecahan Masalah

            Berdasarkan konsep dan struktur layanan BK Perkembangan seperti telah diuraikan di atas tersirat bahwa pemecahan masalah yang dialami siswa harus dirancang secara cermat dengan  melibatkan semua komponen yang ada di sekolah (ingat pelaksanaan BK Perkembangan merupakan kerjasama dalam bentuk tim). Dalam keadaan seperti ini penerapan prinsip-prinsip dan fungsi manajemen  menjadi pusat kajian dan titik tolak bagi setiap penyelenggara BK di sekolah.
            Penerapannya dapat dimulai dari perencanaan dan penyusunan program BK di sekolah, pengorganisasian aktivitas dan semua unsur pendukung BK, penetapan staf BK, sampai menggerakkan atau meningkatkan SDM dalam rangka melaksanakan tugas masing-masing. Karena itu, layanan BK di sekolah perlu “diurus, dikendalikan, dikelola, diselenggarakan, dijalankan, dilaksanakan dan dipimpin oleh individu (konselor) yang memiliki keahlian, keterampilan, serta wawasan dan pemahaman tentang arah, tujuan, fungsi, kegiatan, strategi dan indikator keberhasilan” (Uman Suherman, 2009).
Selanjutnya dijelaskan “pengorganisasian BK di sekolah berjalan secara terkoordinasi  dan integral ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1.      Semua personil sekolah, guru pembimbing (konselor), guru mata pelajaran, wali kelas, dan staf administrasi bimbingan harus dihimpun dalam satu wadah, sehingga terwujud kesatuan cara bertindak dalam usaha membantu memberikan layanan BK.
2.      Mekanisme kerja, pola kerjaatau prosedur kerja BK di sekolah harus tunggal, sehingga siswa tidak bingung karena adanya berbagai bentuk layanan BK.
3.      Tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang dari masing-masing petugas yang terlibat dalam pelaksanaan layanan BK harus dirinci dengan jelas, sehingga masing-masing petugas BK akan dapat memahami dan mengerti kewajiban dan tanggung jawab masing-masing.

Personil pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling adalah segenap unsur yang terkait di dalam organigram pelayanan bimbingan dan konseling, dengan Koordinator dan Guru Pembimbing sebagai  pelaksana utamanya. Uraian tugas masing-masing personil tersebut, khusus dalam kaitannya dengan pelayanan bimbingan dan konseling, adalah  sebagai berikut  :

1.      Kepala Sekolah
Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan di sekolah secara menyeluruh, khususnya pelayanan bimbingan dan konseling. Tugas Kepala Sekolah adalah :
a.       Mengkoordinir segenap kegiatan yang direncanakan, diprogramkan dan berlangsung di sekolah, sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis dan dinamis.
b.      Menyediakan sarana dan prasarana, tenaga, dan berbagai fasilitas lainnya untuk kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien.
c.       Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program, penilaian dan upaya tindak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling.
d.      Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah kepada pihak-pihak terkait, terutama Dinas Pendidikan yang menjadi atasannya.
e.       Menyediakan fasilitas, kesempatan dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.

2.      Wakil Kepala Sekolah
            Sebagai pembantu Kepala Sekolah, para Wakil Kepala Sekolah membantu Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas-tugas Kepala Sekolah sebagaimana tertulis di atas (poin 1).

3.      Koordinator Bimbingan dan Konseling
            Koordinator Bimbingan dan Konseling  adalah pembantu kepala sekolah bidang layanan bimbingan dan konseling yang bertugas :
a.       Mengkoordinasikan para Guru Pembimbing dalam :
1). memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada segenap warga sekolah (siswa, guru, dan personil sekolah lainnya), orang tua siswa, dan masyarakat.
2). menyusun  program kegiatan bimbingan dan konseling (program layanan dan kegiatan pendukung, program mingguan, bulanan, semesteran, dan tahunan)
3).  melaksanakan program bimbingan dan konseling
4).  mengadministrasikan program kegiatan bimbingan dan konseling
5).  menilai hasil pelaksanaan program kegiatan bimbingan dan konseling
6).  menganalisis hasil penilaian pelaksanaan bimbingan dan konseling
7). memberikan tindak lanjut terhadap analisis hasil penilaian bimbingan dan konseling
b. Mengusulkan kepada Kepala Sekolah dan mengusahakan bagi terpenuhinya tenaga, prasana dan sarana, alat dan perlengkapan pelayanan bimbingan dan konseling.
c. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling kepada Kepala Sekolah.
d. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan kepengawasan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.

4.      Guru Pembimbing/ Konselor sekolah
            Sebagai pelaksana utama, tenaga inti dan ahli, Guru Pembimbing bertugas :
a.       Memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling.
b.      Merencanakan program bimbingan dan konseling (terutama program-program layanan dan kegiatan pendukung) untuk satuan-satuan waktu tertentu. Program-program tersebut dikemas dalam program harian, mingguan, bulanan, semesteran, dan tahunan.
c.       Melaksanakan segenap program layanan bimbingan dan konseling.
d.      Melaksanakan segenap program kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
e.       Menilai proses dan hasil pelaksanaan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
f.       Menganalisis hasil penilaian layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
g.      Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
h.      Mengadministrasikan kegiatan program layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling yang dilaksanakannya.
i.        Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling secara menyeluruh kepada Koordinator BK serta Kepala Sekolah.
j.        Mempersiapkan diri, menerima dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan kepengawasan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.

5.      Guru Mata Pelajaran/Praktik
            Sebagai tenaga ahli pengajaran dan/atau praktik dalam bidang studi atau program latihan tertentu, dan sebagai personil yang sehari-hari langsung berhubungan dengan siswa, peranan Guru Mata Pelajaran dan Guru Praktik dalam pelayanan bimbingan dan konseling adalah :
a.       Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
b.      Membantu Guru Pembimbing mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
c.       Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada Guru Pembimbing.
d.      Menerima siswa alih tangan dari Guru Pembimbing, yaitu siswa yang menurut Guru Pembimbing memerlukan pelayanan pengajaran/ latihan khusus (seperti pengajaran/latihan perbaikan, program pengayaan).
e.       Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
f.       Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
g.      Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
h.      Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.

6.      Wali Kelas
                        Sebagai pengelola kelas tertentu, dalam pelayanan bimbingan dan konseling Wali Kelas berperan :
a.       Membantu Guru Pembimbing melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
b.      Membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
c.       Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/ menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling.
d.      Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus.
e.       Mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada Guru Pembimbing.

7.      Staf Administrasi

                                Staf administrasi memiliki peranan yang tidak kecil terhadap kelancaran pelaksanaan program Bimbingan dan konseling di sekolah. Karena itu peran yang dapat dilakukan sataf administrasi adalah :
a.       Mereka diharapkan membantu mempersiapkan seluruh kegiatan BK di sekolah.
b.      Mempersiapkan sarana (format-format) yang diperlukan dalam pelaksanaan layanan BK.
c.       Membantu mengadministrasikan seluruh kegiatan BK.
d.      Membantu menyampaikan informasi kepada personil sekolah lain bekenaan dengan pelaksanaan layanan BK.
e.       Membantu para konselor dalam memelihara data dan serta sarana dan fasilitas Bimbingan dan konseling yang ada.

Bila kita menyadari peran dari masing-masing personil sekolah yang terlibat dalam kegiatan pelayanan BK di sekolah, maka koordinator BK dengan sedikit kreatif dapat menyusun mekanisme kerja atau pola layanan penangan masalah siswa. Sebagai salah satu bentuk kreatifitas dapat diwujudkan seperti yang tertuang dalam Buku III Pengembangan Diri, berikut :






ALUR MEKANISME PELAYANAN KONSELING
Ada 2 (dua) alur mekanisme Pelayanan Konseling, yaitu :

a. Alur Pelayanan Konseling berkaitan Pengembangan Kehidupan Pribadi dan Sosial;
Peserta Didik

Masalah pengembangan kehidupan
Pribadi (P) dan Sosial (S)


Guru Mata Pelajaran

Identitas nama peserta didik
Catatan Anekdot, ditemui di dalam kelas
* Aplikasi/ Pemanfaatan data dari BK


Guru Wali Kelas

Data awal portopolio
Identitas peserta didik
Latar belakang pekerjaan, sosial ekonomi orang tua / wali peserta didik
Undangan orang tua/wali peserta didik
Kunjungan rumah (bersama guru BK/ Konselor), sebagai mitra kerja untuk
kegiatan terpadu
Aplikasi/pemanfaatan data dari BK


Guru BK/Konselor

Need assessment/ data awal potensi peserta didik
Memiliki data peserta didik berkaitan latar belakang keluarga
Layanan :
Informasi
Konseling Individu
Konseling Kelompok
Bimbingan Kelompok
Konsultasi
Mediasi
Kegiatan Pendukung :
Himpunan Data
Aplikasi Instrumen
Tampilan Kepustakaan
Kunjungan rumah
Undangan Orangtua/ wali peserta didik Kunjungan rumah
Alih Tangan
Konferensi Kasus


Kepala SMA
Mengetahui dan memfasilitasi

Keterangan Alur Mekanisme Pelayanan Konseling :
Peserta didik
Menemui masalah pengembangan kehidupan Pribadi dan/atau sosial
Guru Mata Pelajaran
Mempunyai catatan (Identitas nama peserta didik dan catatan Anekdot) yang
ditemui didalam kelas
Wali Kelas
- Mempunyai data awal, portofolio identitas peserta didik
- Memiliki data latar belakang pekerjaan, sosial ekonomi orang tua/wali,peserta didik, bila
  diperlukan dapat mengundang orang tua/wali peserta didik.
- Melaksanakan kunjungan rumah bersama guru BK (Konselor) sebagai mitra kerja untuk
  kegiatan terpadu.
Guru BK / Konselor
- Mempunyai data awal, portofolio, identitas prestasi peserta didik (non akademis) dan hasil
  psikotesnya (kemampuan khusus (bakat), minat dan kreativitas)
- Memiliki data latar belakang pekerjaan, dan sosial ekonomi orang tua peserta didik
- Memberikan Layanan, antara lain Informasi, Konseling Individu, Konseling Kelompok,
  Bimbingan Kelompok, Konsultasi dan Mediasi
- Melaksanakan Kegiatan Pendukung antara lain : himpunan data, aplikasi instrumen, tampilan
  kepustakaan, kunjungan rumah, undangan orang tua peserta didik, alih tangan kasus dan
  konferensi kasus
Kepala SMA
- Mengetahui alur mekanisme pelayanan BK dalam pengembangan diri bagi peserta didik,
  berkaitan dengan pengembangan kehidupan pribadi (P) dan sosial (S)
- Memfasilitasi setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru BK (Konselor)

b. Alur Pelayanan Konseling berkaitan Pengembangan Kemampuan Belajar dan
Pengembangan Karir
Peserta Didik

Masalah pengembangan kemampuan belajar (B) dan pengembangan karir (K)


Guru Mata
Pelajaran

Ulangan harian/post test
Pendalaman/pengulangan materi (bimbingan sebelum
remedial)
Remedial
Klinik Mata pelajaran
Aplikasi/ Pemanfaatan data dari layanan BK


Guru Wali Kelas

Data hasil evaluasi belajar
Konsultasi dengan orangtua / wali peserta didik
Aplikasi/ Pemanfaatan data dari layanan BK


Guru BK

Memiliki data prestasi belajar dan hasil tes psikologi
berkaitan dengan kemampuan akademik
Layanan
Konseling Individu
Konseling Kelompok
Penguasaan Konten
Penempatan dan Penyaluran
Konsultasi
Kegiatan Pendukung:
Himpunan Data
Aplikasi Instrumen tes & non tes
Tampilan Kepustakaan
Kunjungan Rumah / Undangan Orangtua / wali peserta
didik
Alih tangan kasus
Komferensi Kasus


Kepala SMA
Mengetahui dan memfasilitasi

Keterangan Alur Mekanisme Pelayanan Konseling :
Peserta didik
Menemui masalah Pengembangan Kehidupan belajar dan karir
Guru Mata Pelajaran
- Melaksanakan ulangan harian/Post Test
- Melaksanakan remedial bagi peserta didik
- Melaksanakan klinik mata pelajaran yang diatur oleh Kurikulum
Wali Kelas
- Mempunyai data hasil evaluasi hasil belajar, yang diperoleh dari wakasek bidang
  akademik/kurikulum
- Melaksanakan konsultasi dengan orangtuawali, bila perlu mengundang orang tua/wali peserta
  didik
Guru Bimbingan Konseling / Konselor
- Memiliki data hasil evaluasi belajar peserta didik dan lainnya yang berhubungan dengan
  kemampuan akademik dalam belajar (hasil tes psikologi yang meliputi kemampuan umum/IQ,
  kemampuan khusus/bakat, minat dan kreatifitas) serta perencanaan pengambilan keputusan
  dalam pemilihan karir- Memberikan Layanan, antara lain : Konseling Individu, Konseling
  Kelompok, Penguasaan Konten, Penempatan dan Penyaluran serta Konsultasi
- Melaksanakan Kegiatan Pendukung, antara lain : himpunan data, aplikasi instrumen tes dan
  non tes, tampilan kepustakaan, kunjungan rumah,undangan orang tua/wali, alih tangan kasus,
  dan konferensi kasus.
Kepala Sekolah
- Mengetahui alur mekanisme pelayanan bimbingan konseling dalam pengembangan diri
  berkaitan dengan pengembangan kemampuan belajar (B) dan pengembangan karir (K) bagi
  peserta didik
- Memfasilitasi setiap kegiatan yang dilakukan oleh Guru BK/Konselor

Selanjutnya secara umum penanganan siswa dapat dilakukan seperti bagan-bagan berikut :




MEKANISME PENANGANAN SISWA BERKASUS NARKOBA




























MEKANISME PENANGANAN SISWA BERKASUS PELANGGARAN TATA TERTIB
























MEKANISME PENANGANAN SISWA BERMASALAH










Di konsulkan/ dilaporkan ke Kepala Sekolah
 






















Daftar Pustaka

Belkin, Gary S., 1981, Practical Counseling in the Shcools (Second Editon), Iowa, Wm. C. Brown Company Publishers.

Depdiknas, 2003. Pelayanan Bimbingan dan Konseling, Jakarta, Puskur Balitbang.

Syamsu Yusuf L.N. 2009.Program Bimbingan & Konseling di Sekolah, Bandung: Rizqi Press.

Uman Suherman. 2009.  Manajemen Bimbingan dan Konseling, Bandung, Rizqi Press.
Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Gysbers, Norman C. 2005, Developing & Managing, Your School Guidance and Counseling Program, ASCA.

HUBUNGAN BIMBINGAN DAN KONSELING


BAB I : PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 
Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tersebut diatas, merupakan harapan yang sangat komplek. Untuk mencapainya perlu didukung dilaksanakan oleh berbagai disiplin keahlian. Selain guru, konselor dan tenaga kependidikan dalam lingkup pendidikan, peran serta masyarakat juga sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Nana Syaodih Sukmadinata (2007:1) mengemukakan, keseluruhan proses pendidikan terutama pendidikan di sekolah meliputi tiga bidang utama, yaitu bidang : bidang kurikulum dan pembelajaran, bidang manajemen pendidikan dan bimbingan  dan konseling. Ketiga komponen ini harus saling bahu-membahu dan bekerjasama, untuk mencapai perkembangan optimal setiap individu (peserta didik).
Hal ini diperjelas oleh ABKIN (2008:10-11) yang menampilkan dengan jelas kesejajaran antara posisi layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dengan layanan Manajemen Penidikan, dan layanan Pembelajaran yang mendidik yang dibingkai oleh Kurikulum khususnya  sistem persekolahan sebagai bentuk kelembagaan dalam jalur pendidikan formal.  Hubungan antara ketiganya digambarkan sebagai berikut :



 Karena berbagai alasan, kerjasama ini belum dapat berjalan sepenuhnya, karena masing-masing pihak merasa paling berarti dan meremehkan pihak lainnya. Disisi lain, banyak administrator pendidikan, guru (bidang studi dan BK) tidak memahami sepenuhnya tugas, peran, dan kedudukannya masing-masing serta hubungan kerjanya dengan bagian lainnya.
Untuk membangun pemahaman yang lebih baik tentang tugas, peran dan kedudukan Guru BK dalam sistem pendidikan serta hubungan kerjanya dengan bagian lainnya, berikut ini akan dibahas secara konseptual tentang peran dan kedudukan Guru BK serta hubungan antara bimbingan dan konseling dengan kurikulum dan pembelajaran.
B.   Perumusan Masalah
Dari penjelasan yang dikemukan diatas, maka penulis dapat mengungkapkan beberapa permasalahan adalah “Bagaimanakah keterkaitan antara layanan bimbingan dan konseling dengan kurikulum dan pengajaran dalam rangka mengoptimalkan perkembangan peserta didik di sekolah”.
C. Tujuan Penulisan.
Adapun tujuan penulisan makalah ini, berdasarkan rumusan masalah yang dikumukakan adalah sebagai berikut: 
1.    Memahami definisi bimbingan dan konseling.
2.    Memahami definisi kurikulum dan pembelajaran.
3.    Memahami kedudukan kurikulum dan pembelajaran, manajemen pendidikan  serta  bimbingan dan konseling dalam pendidikan -lingkup persekolahan-.
4.    Memahami perkembangan dan perbedaan ekspektasi tugas guru dan guru BK di Indonesia.
5.    Memahami hubungan kerja antara guru dan guru BK dalam memberikan pelayanan kepada siswa.
6.    Memahami kesalahan-kesalahan pandangan yang sering terjadi terhadap guru BK.
C.   Manfaat Penulisan Makalah
Meningkatkan pemahaman administrator pendidikan, guru dan guru BK tentang tugas, kedudukan dan peranannya masing-masing, sehingga terjalin hubungan kerjasama yang sinergis dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik.





BAB II : PEMBAHASAN

A.   Definisi  Bimbingan dan Konseling
Menurut Tolbert dalam Nana Syaodih Sukmadinata (2007:10) mendefinisikan bimbingan (guidance) sebagai berikut :
“Bimbingan merupakan keseluruhan program atau semua kegiatan dan layanan yang ada dalam lembaga pendidikan yang diarahkan pada membantu individu dalam merencanakan dan melaksanakan penyesuaian diri dengan semua aspek dalam kehidupan sehari-hari. Bimbingan bukan pengajaran meskipun mungkin dikerjakan oleh guru-guru.  Bimbingan tidak terpisahkan dari pendidikan dan merupakan bagian penting dari program pendidikan. Bimbingan memiliki makna yang lebih luas dari konseling dan konseling merupakan salah satu layanan dalam bimbingan”.

Pengertian konseling yang cukup komperehensif dikemukakan oleh Good (1945:104) dalam Nana S. Sukmadinata (2007:14) yang mengemukakan :
“Konseling merupakan bantuan yang bersifat individual dan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah pribadi, pendidikan dan vokasional, dalam bantuan tersebut semua fakta yang berkaitan dengan masalah tersebut dipelajari, dianalisis dan berdasarkan hal-hal tersebut bantuan pemecahan masalah dirumuskan, seringkali dengan meminta bantuan spesialis, nara sumber disekolah dan masyarakat, menggunakan wawancara pribadi yang diarahkan agar klien dapat membuat keputusan pribadi”.
       
Dari dua definisi diatas, dapat dipahami bahwa bimbingan dan konseling merupakan bagian dari program pendidikan dan berbeda dengan pengajaran. Bimbingan lebih bersifat kolektif sementara konseling bersifat individual.
Lebih lanjut, Prayitno (2008:3) tentang mengemukakan tentang objek bimbingan konseling sebagai berikut :
Objek praktis spesifik yang menjadi fokus pelayanan konseling adalah kehidupan efektif sehari-hari (KES). Dalam hal ini, sasaran pelayanan konseling adalah kondisi KES yang dikehendaki untuk dikembangkan dan kondisi kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu (KES-T). Dengan demikian, pelayanan konseling pada dasarnya adalah upaya pelayanan dalam pengembangan KES dan penanganan KES-T.

 Masalah yang ditangani oleh guru BK bukanlah orang kesurupan, orang sakit fisik, orang gila, tetapi pada penanganan masalah kehidupan efektif sehari-hari (baik yang terganggu ataupun yang tidak).
B.   Definisi Kurikulum dan Pembelajaran
Pengertian kurikulum dapat ditinjau dalam makna luas dan makna yang sempit. Kurikulum dalam arti sempit hanya dilihat sebagai sebuah dokumen atau rencana tertulis. Hal ini dikemukakan oleh Tanner and Tanner 1980 dalam Said Hamid Hasan 2007:1 yaitu kurikulum diartikan sebagai suatu rencana tertulis. Sementara itu, dalam pengertian luas kurikulum tidak hanya sekedar dokumen tertulis atau seperangkat materi pelajaran.
Kurikulum dalam arti luas, didefinisikan oleh Saylor, Lewis dan Aleksander (1981:1) yaitu “kurikulum adalah pengalaman nyata yang dialami peserta didik dengan bimbingan sekolah”. Selain itu Oliva juga mengemukakan kurikulum dalam arti luas yaitu : “kurikulum adalah perangkat pendidikan yang merupakan jawaban terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat” (Oliva,1997:60 dalam Said H. Hasan, 2007:2).
Pembelajaran merupakan penerapan / implementasi dari kurikulum itu sendiri. Hubungan antara keduanya bisa dipandang secara terpisah atau berhubungan dengan berbagai kemungkinan, yaitu : siklik, berkaitan dan konsentris.
C.   Evolusi Tugas Guru dan Guru BK di Indonesia
Tugas guru dan guru BK dari waktu kewaktu selalu mengalami pergeseran. Hal ini berjalan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tuntutan masyarakat dan arah profesionalisme profesi guru dan guru BK. Berikut ini, penulis sajikan pergeseran tugas peran dan kedudukan guru dan guru BK dari waktu kewaktu di Indonesia.
1.    Tugas Guru / Guru BP dalam SK Menpan no.026/1989
Dalam SK Menpan ini, dinyatakan “Tugas guru adalah mengajar dan atau membimbing....”.  Dengan pengertian ini, tidak dibedakan antara tugas guru dengan guru BP. Seorang guru dapat berperan sebagai guru mata pelajaran dan sekaligus menjadi guru BP. Dengan demikian, pelayanan bimbingan dan penyuluhan bisa dilaksanakan oleh tenaga nonprofesional.
Dalam pandangan penulis, hal ini bisa dimaklumi karena pada saat itu belum memadainya jumlah guru baik dalam hal kualitas maupun kuantitas.
2.    Tugas Guru / Guru BK dalam SK Menpan no.084/1993
Pada tahun 1993 istilah Bimbingan Penyuluhan (BP) diganti dengan istilah  Bimbingan dan Konseling (BK). Dalam SK Menpan no.84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya mulai diadakan pemisahan yang tegas dan formal antara tugas guru dengan guru BK. Dalam SK ini dinyatakan tugas guru adalah :
1.      Menyusun program pengajaran, menyajikan program pengajaran, evaluasi belajar, analisisn hasil evaluasi hasil belajar, serta penyusunan program perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya; ATAU:
2.      Menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut pelaksanaan program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung  jawabnya.
Kata “atau” yang merangkaikan dua tugas guru diatas, berarti guru harus memilih salah satu, yaitu sebagai guru mata pelajaran atau sebagai guru BK.
3.    Bimbingan dan Konseling dalam UU No. 20 / 2003
UU 20/2003 merupakan UU sisdiknas pertama yang menyebut istilah konselor (sebutan profesional guru BK) sebagai salah satu tenaga pendidik. Hal ini tertuang dalam pasal 1 ayat 6 yang berbunyi : Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususanya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Pencantuman sebutan ini merupakan sebuah pengakuan atas semakin diakuinya eksistensi konselor (guru BK) dalam sistem pendidikan nasional.
Menurut UU 20/2003 kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Secara tektual, pengertian kurikulum dalam UU 20/2003, hanya memperuntukkan kurikulum bagi guru. Hal ini terlihat dari kata “isi dan bahan pelajaran” dan “kegiatan belajar mengajar” yang lazim digunakan untuk guru mata pelajaran, tidak untuk pendidik lainnya.
Namun Prayitno, 2008:14-16, mengemukakan bahwa bahwa menyampaikan ’isi dan bahan pelajaran’ serta menyelenggarakan ‘kegiatan belajar mengajar’ bukan sekedar tugas guru tetapi tugas konselor juga, hanya proses penyampaiannya tidak seperti pembelajaran yang dilakukan guru.
4.    Bimbingan dan Konseling dalam KTSP
Pelayanan bimbingan dan konseling dalam KTSP merupakan salah satu layanan yang wajib diberikan kepada siswa sebagai salah satu upaya pengembangan diri. Pengembangan diri sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri No.22/2006 Tentang Standar Isi, Bab II, tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum pada semua jenjang pendidikan, SD, SMP dan SM menyatakan bahwa kurikulum berisi: mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Dinyatakan pula: “Pengembangan diri bukan merupakan  mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan  atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.”
Permendiknas RI No. 22/2006 tentang Standar Isi memuat Pengembangan diri sebagai kegiatan pendidikan diluar mata pelajaran wajib yang merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan bimbingan dan konseling serta kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam pengembangan diri, diantaranya pemecahan masalah pribadi dan kehidupan sosial, penanganan masalah belajar, pengembangan karir, dan kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam ekstrakurikuler.
Berdasarkan penjelasan diatas, Prayitno (2008:4) berpendapat bahwa KTSP meliputi tiga komponen, yaitu komponen mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Komponen pengembangan diri terdiri dari dua sub-komponen, yaitu pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler. KTSP yang meliputi tiga komponen itu digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Berdasarkan pada permendiknas nomor 22, 23 dan 24 tahun 2006, kita dapat menyimpulkan bahwa makna kurikulum dalam KTSP diartikan secara luas. Kurikulum tidak ditafsirkan sekedar daftar mata pelajaran saja, tetapi meliputi seluruh kegiatan sekolah  yang ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik. Dengan demikian kegiatan administrasi manajerial oleh pengelola pendidikan, pembelajaran oleh guru bidang studi  dan layanan bimbingan konseling oleh konselor merupakan subsistem dari kurikulum.
Pendapat berbeda dikemukakan ABKIN (2007:196) yang mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling merupakan  bagian yang terintegrasi dari sistem pendidikan (khususnya jalur pendidikan formal). Pelayanan pengembangan diri yang terkandung dalam KTSP merupakan bagian dari kurikulum. Sebagian dari pengembangan diri dilaksanakan melalui pelayanan bimbingan dan konseling. Dengan demikian pengembangan diri hanya merupakan sebagian dari aktivitas pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan. Jika dilakukan telaahan anatomis terhadap posisi bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal dapat terlukiskan sebagai berikut.








Dapat ditegaskan di sini bahwa KTSP adalah salah satu subsistem pendidikan formal yang harus bersinergi dengan komponen/subsitem lain yaitu manajemen dan bimbingan dan konseling dalam upaya memfasilitasi konseli mencapai perkembangan optimum yang diwujudkan dalam ukuran pencapaian standar kompetensi. Dengan demikian pengembangan diri tidak menggantikan fungsi bimbingan dan konseling melainkan sebagai wilayah komplementer dimana guru dan konselor memberikan kontribusi dalam pengembangan diri konseli.
D.   Keunikan dan Keterkaitan Pelayanan Guru dan Konselor
Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta didik secara utuh dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksnakan oleh guru, konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu, masing-masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan antara konselor dengan guru, antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan (referal)
Masalah-masalah perkembangan peserta didik yang dihadapi guru pada saat pembelajaran dirujuk kepada konselor untuk penanganannya. Demikian pula, masalah-masalah peserta didik yang ditangani konselor terkait dengan proses pembelajaran bidang studi dirujuk kepada guru untuk menindaklanjutinya.
Masalah kesulitan belajar peserta didik sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari proses pembelajaran itu sendiri. Hal ini berarti dalam pengembangan dan proses pembelajaran fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian guru. Sebaliknya, fungsi-fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat perhatian konselor.
Selengkapnya, keunikan dan keterkaitan pelayanan pembelajaran oleh guru dan pelayanan bimbingan dan konseling oleh konselor dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Dimensi
Guru
Konselor
1.
Wilayah Gerak
Khususnya Sistem Pendidikan Formal
Khususnya Sistem Pendidikan Formal
2.
Tujuan Umum
Pencapaian tujuan pendidikan nasional
Pencapaian tujuan pendidikan nasional
3.
Konteks Tugas
Pembelajaran yang mendididk melalui Mata pelajaran dengan Skenario Guru
Pelayanan yang memandirikan  dengan skenario konseli-konselor.

·     Fokus kegiatan
Pengembangan kemampuan penguasaan bidang studi dan masalah-masalahnya.
Pengembangan potensi diri  bidang  pribadi, sosial,  belajar, karier, dan masalah-masalahnya.

·     Hubungan kerja
Alih tangan (referral)
Alih tangan (referral)
4.  
Target Intervensi



·     Individual
Minim
Utama

·     Kelompok
Pilihan strategis
Pilihan strategis

·     Klasikal
Utama
Minim
5.
Ekspektasi Kinerja



·     Ukuran keberhasilan
-     Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan
-     Lebih bersifat kuantitatif

-      Kemandirian dalam   kehidupan
-      Lebih bersifat kualitatif yang  unsur-unsurnya saling  terkait (ipsatif)

·     Pendekatan umum
Pemanfaatan Instructional Effects & Nurturant Effects melalui pembelajaran yang mendidik.
Pengenalan diri dan lingkungan oleh Konseli dalam rangka pengatasan masalah  pribadi, sosial, belajar, dan karier. Skenario tindakan merupakan hasil transaksi yang merupakan keputusan konseli. 

·     Perencanaan tindak intervensi
Kebutuhan belajar ditetapkan terlebih dahulu untuk ditawarkan kepada peserta didik.
Kebutuhan pengembangan diri ditetapkan  dalam proses transaksional oleh konseli, difasilitasi oleh konselor

·     Pelaksanaan tindak intervensi
Penyesuaian proses berdasarkan respons ideosinkratik peserta didik yang lebih terstruktur.
Penyesuaian proses  berdasarkan respons ideosinkratik  konseli dalam transaksi makna yang lebih lentur dan terbuka.


E.   Penanganan Siswa Bermasalah di Sekolah
Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: (1) pendekatan disiplin dan (2) pendekatan bimbingan dan konseling.
Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Secara visual, kedua pendekatan dalam menangani siswa bermasalah dapat dilihat dalam bagan berikut ini:
Dengan melihat gambar di atas, kita dapat memahami bahwa di antara kedua pendekatan penanganan siswa bermasalah tersebut, meski memiliki cara yang berbeda tetapi jika dilihat dari segi tujuannya pada dasarnya sama yaitu tercapainya penyesuaian diri atau perkembangan yang optimal pada siswa yang bermasalah. Oleh karena itu, kedua pendekatan tersebut seyogyanya dapat berjalan sinergis dan saling melengkapi.
F.    Kesalahpahaman tentang Bimbingan dan Konseling
Prayitno (2003) telah mengidentifikasi 15 kekeliruan pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling, baik dalam tataran konsep maupun praktiknya. Kekeliruan pemahaman ini tidak hanya terjadi di kalangan orang-orang yang berada di luar Bimbingan dan Konseling, tetapi juga banyak ditemukan di kalangan orang-orang yang terlibat langsung dengan bimbingan dan konseling. Kelimabelas kekeliruan pemahaman itu adalah :
1. Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik dengan pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan dan pelayanan bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik pendidikan sehari-hari.
2. Menyamakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater.
Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan konseli/pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji sesuai dengan masing-masing bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah konseli/pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya.
Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah. Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.
3. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat insidental.
Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu.
Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sistematis dan terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan maupun penyembuhan (pengentasan)
4. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja.
Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa. Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.
5. Bimbingan dan Konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang/tidak normal”.
Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang mengalami masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut dapat terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan yang akut tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya. Masalahnya, tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati dalam mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal. Pelayanan bantuan pun langsung dihentikan dan dialihtangankan (referal).
6. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama (gejala) saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang ditemukan atau keluhan awal disampaikan konseli. Namun seringkali justru konselor mengejar dan mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari gejala yang muncul. Misalkan, menemukan siswa dengan gejala sering tidak masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk kelasnya.
7. Bimbingan dan Konseling menangani masalah yang ringan.
Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas berat-ringannya yang paling penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah (referal) kepada pihak yang lebih kompeten
8. Petugas Bimbingan dan Konseling di sekolah diperankan sebagai “polisi sekolah”.
Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi sekolah” yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan di sekolah. Tidak jarang konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang bagi siswa yang bersalah.
Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan interpersonal, konselor justru harus bertindak dan berperan sebagai sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan kepentingan apa-apa yang dirasakan dan dipikirkan siswa. Konselor adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan.
9. Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.
10. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas lain
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri. Masalah itu sering kali saling terkait dengan orang tua,siswa, guru, dan pihak-pihak lain; terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu penanggulangannya tidak dapat dilakukan sendiri oleh guru pembimbing saja. Dalam hal ini peranan guru mata pelajaran, orang tua, dan pihak-pihak lain sering kali sangat menentukan. Guru pembimbing harus pandai menjalin hubungan kerja sama yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami masalah itu. Di samping itu guru pembimbing harus pula memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah siswa. Guru mata pelajaran merupakan mitra bagi guru pembimbing, khususnya dalam menangani masalah-masalah belajar.
Namun demikian, konselor atau guru pembimbing tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan ahli atau petugas lain. Sebagai tenaga profesional konselor atau guru pembimbing harus mampu bekerja sendiri, tanpa tergantung pada ahli atau petugas lain. Dalam menangani masalah siswa guru pembimbing harus harus berani melaksanakan pelayanan, seperti “praktik pribadi”, artinya pelayanan itu dilaksanakan sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain atau tanpa campur tangan ahli lain. Pekerjaan yang profesional justru salah satu cirinya pekerjaan mandiri yang tidak melibatkan campur tangan orang lain atau ahli.
11. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain harus pasif
Sesuai dengan asas kegiatan, di samping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut.Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri. Di sekolah, guru pembimbing memang harus aktif, bersikap “jemput bola”, tidak hanya menunggu didatangi siswa yang meminta layanan kepadanya.Sementara itu, personil sekolah yang lain hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan itu.
Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor, maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
12. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban ”benar”, jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi.
13. Menyama-ratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya. Pada dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling, dan sarana yang tersedia.
14. Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi
Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada diri konselor adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakannya instrumen (tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan ketiadaan instrumen seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa lagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan
15. Menganggap hasil kerja Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat.
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan “cepat” itu adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk ke mulut akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang mengkonsultasikan tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter.
 
BAB III : SIMPULAN

Berdasarkan pada uraian diatas, penulis dapat membuat kesimpulan sebagai berikut :
1.    Antara layanan administrasi dan manajemen sekolah, layanan bimbingan dan konseling dan layanan kurikulum dan pembelajaran memiliki peran yang sama dalam rangka mengoptimalkan perkembangan peserta didik dalam kegiatan di sekolah.
2.    Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan. Hubungannya dengan kurikulum dan pembelajaran dapat terjadi dalam beberapa keadaan tergantung dari sudut mana kita melihat diantara keduanya.
3.    Antara ketiga komponen diatas, perlu ada pembagian peran dan fungsi serta tata hubungan yang jelas sehingga tugas-tugas para pendidik dan tenaga kependidikan dan berlangsung dengan optimal.
4.    Masing-masing komponen dalam sekolah harus menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Demikian makalah ini semoga bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
ABKIN. 2008. Naskah Akademik Pendidikan Profesional Konselor. Tersedia pada  http://abkin.or.id,  tanggal 09/12/2009
Dirjen PMPTK, 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akdemik). Jakarta
Prayitno. 2008. Trilogi Profesi Konselor dan Pengelolaan Berbasis Kinerja, Tersedia pada  http://konselingindonesia.com/2008, tanggal 09/12/2009
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.
Prayitno. 2003. Wawasan dan Landasan BK (Buku II). Depdiknas : Jakarta
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung : Maestro.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta